Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan di 5.75% selama 6 bulan berturut-turut. Keputusan ini diambil untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah dari gejolak di pasar global. BI juga mengumumkan proyeksi kenaikan suku bunga Fed di 2H23 sebesar 2X25 bps menjadi 5.75%, tepatnya di bulan Juli dan September. Menurut kami, pengumuman ini adalah sinyal bahwa BI bersiap untuk memulai pemangkasan suku bunga 7DRRR pada 4Q23 karena empat faktor, yaitu:
Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuan di 5.75% sesuai konsensus (Jun: 5.75%; Cons Jul: & SSI: 5.75%) selama 6 bulan berturut-turut. Keputusan ini diambil demi menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang sempat terdepresasi hingga IDR 15,195 per USD pada tanggal (10/7) akibat rencana the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga terminal sebesar 2X25 bps pada 2H23 menjadi 5.75%. Walaupun pelaku pasar global memperkirakan kenaikan suku bunga Fed pada bulan ini (1X25 bps menjadi 5.5%) sebagai yang terakhir, Gubernur BI Perry Warjiyo mengantisipasi kenaikan kedua suku bunga Fed pada bulan September (BI prediksi the Fed naikkan suku bunga dua kali lagi hingga akhir tahun), lebih cepat dari proyeksi para pelaku pasar di bulan November.
Menurut kami, asumsi tersebut dipilih karena BI mempertimbangkan untuk memulai pemangkasan suku bunga pada bulan Oktober sesuai prediksi kami dalam laporan sebelumnya (Expect BI rate cuts in September or October). Ada empat faktor yang menjadi landasan argumen ini. Yang pertama adalah potensi deselerasi inflasi domestik setelah bulan September akibat memudarnya efek dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada September 2022. Menurut estimasi kami dalam laporan inflasi bulan Juni (inflation slowdown in Jun supports rate cuts, though Rupiah depreciation might deter BI), hilangnya efek dari kenaikan harga BBM dapat menurunkan inflasi menjadi 2.4% yoy pada bulan September, dan BI sudah mengantisipasi hal ini dengan mengumumkan target inflasi 2024 di rentang 2.5±1%.
Yang kedua adalah untuk mencegah perlambatan tingkat pertumbuhan kredit perbankan di masa mendatang. BI menyadari kalau kebijakan suku bunga tinggi berdampak negatif terhadap pertumbuhan kredit perbankan yang turun pada bulan Juni menjadi 7.8% yoy (May: 9.4% yoy). Penurunan ini juga berdampak negatif terhadap proyeksi pertumbuhan kredit FY23 yang turun menjadi 9-11% (Prev: 10-12%). Untuk mencegah penurunan lebih lanjut, BI memilih instrumen kebijakan makroprudensial, seperti insentif untuk penyaluran kredit hilirisasi, perumahan, pariwisata, dan UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah). Akan tetapi, kebijakan ini hanya berfungsi sebagai band aid solution yang tidak dapat menggantikan pemangkasan suku bunga.
Yang ketiga adalah semakin berkurangnya efektifitas kebijakan operation twist untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Kebijakan ini menimbulkan distorsi terhadap bullish rally di pasar obligasi domestik yang dipicu oleh derasnya arus masuk modal asing (lihat Chart 1). Pola bullish steepening yang muncul di pasar obligasi berbalik menjadi flattening (lihat Chart 2). Perubahan pola ini muncul karena yield tenor pendek 2Y dan 3Y berbalik naik (lihat chart 3). Sedangkan, yield tenor panjang 10Y dan 15Y tetap bertahan di posisi sideways (lihat Chart 4). Distorsi ini hanya dapat diatasi dengan dimulainya pemangkasan suku bunga oleh BI.
Yang keempat adalah tingginya probabilita inflasi inti PCE Amerika Serikat turun lebih rendah dari proyeksi the Fed pada bulan Juni untuk FY23 (3.9%). Menurut kami, rencana kenaikan suku bunga Fed yang kedua bergantung pada asumsi apakah tingkat inflasi inti PCE AS di akhir tahun akan lebih rendah dari proyeksi 3.9% atau tidak. Untuk mengetahui kemungkinan tersebut, kami membuat tiga skenario proyeksi inflasi inti PCE AS, yang terdiri atas skenario baseline (inflasi PCE inti 0.2% mom per bulan hingga akhir tahun berdasarkan rilis inflasi inti CPI bulan Juni sebesar 0.16% mom), bullish (inflasi PCE inti 0.1% mom) dan bearish (inflasi PCE inti 0.3% mom). Berdasarkan estimasi baseline kami, inflasi inti PCE AS berpotensi turun menyentuh batas proyeksi 3.9% yoy pada bulan Augustus dan melanjutkan deselerasi hingga 3.7% yoy di bulan September. Sedangkan, hasil estimasi skenario bearish kami menunjukkan inflasi inti PCE AS bisa saja bertahan di atas 4% hingga akhir tahun ini (lihat Chart 5). Berdasarkan proyeksi ini, kami memperkirakan probabilita inflasi inti PCE AS turun lebih rendah dari proyeksi the Fed 3.9% adalah sebesar 80%. Sehingga, kemungkinan kenaikan suku bunga Fed yang kedua di bulan September atau setelahnya hanya sebesar 20%.
Berdasarkan empat argument yang kami sampaikan, kami melihat potensi BI akan mulai melakukan pemangkasan suku bunga pada bulan Oktober dengan besaran 2X25 bps menjadi 5.25% di 4Q23. Kami juga memperkirakan BI akan melanjutkan pemangkasan suku bunga pada 1H24 sebesar 4X25 bps menjadi 4.25% (lihat Table 1).
Samuel Sekuritas Indonesia is a leading Indonesian securities brokerage firm. Established in 1997, the firm has grown to become one of the most respected and trusted financial services companies in the country. With a wide range of services and products, Samuel Sekuritas Indonesia has become a trusted partner to many investors, both institutional and individual.
The company offers a variety of financial services, including equity, debt and derivative securities brokerage services, research and portfolio management, asset management and capital market services, as well as a range of other investment solutions. Samuel Sekuritas Indonesia is also a leader in providing financial education and training, and has established itself as a leading provider of investor relations services.
The company has a strong research capability and is committed to providing its clients with up-to-date and reliable market analysis and recommendations. It also has a team of experienced and knowledgeable professionals who are dedicated to providing quality service to its clients. As a result, Samuel Sekuritas Indonesia has become a preferred partner for many investors in Indonesia.
In addition to its financial services, Samuel Sekuritas Indonesia also offers a range of other services, such as corporate finance and advisory services, mergers and acquisitions, and venture capital.