Bank Indonesia (BI) mengejutkan pasar dengan kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%. Ini merupakan level terendah sejak Oktober 2022 dan menunjukkan sinyal yang kuat bahwa BI semakin fokus mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global dan pelemahan nilai tukar Rupiah (IDR).

Langkah ini dilakukan lebih cepat dari ekspektasi sebagian besar pelaku pasar yang memperkirakan BI akan menahan suku bunga bulan ini. Namun, keputusan ini sejalan dengan proyeksi Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) bahwa BI akan mempertahankan sikap kebijakan yang akomodatif sepanjang paruh kedua 2025.

Salah satu faktor utama di balik keputusan BI adalah keyakinan terhadap kondisi inflasi dan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Inflasi utama memang meningkat menjadi 2,37% (YoY) pada Juli 2025, naik dari 1,87% di bulan sebelumnya dan menjadi yang tertinggi dalam setahun. Kenaikan ini sebagian besar dipicu oleh permintaan musiman dan tekanan harga pangan. Namun demikian, inflasi masih berada dalam kisaran target BI sebesar 2,5% ±1% untuk periode 2025–2026. Selain itu, inflasi inti tetap terkendali, berkat intervensi pemerintah dalam menjaga pasokan pangan.

Di sisi lain, meskipun nilai tukar Rupiah relatif lebih lemah dibandingkan mata uang kawasan lainnya, stabilitasnya tetap terjaga di tengah gejolak pasar global. Hal ini didukung oleh kinerja perdagangan Indonesia yang kuat serta posisi eksternal yang solid. Pada kuartal II 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan yang signifikan, salah satunya berkat percepatan ekspor menjelang tenggat pengenaan tarif baru dari Amerika Serikat di bulan Agustus. Di waktu yang sama, cadangan devisa Indonesia mencapai USD 152 miliar pada Juli atau setara dengan 6,3 bulan impor dan jauh melampaui ambang batas kecukupan internasional. Dengan nilai tukar Rupiah yang masih terjaga di bawah level IDR 16.500, BI tampaknya cukup percaya diri untuk kembali melonggarkan kebijakan moneternya. Apalagi, bank-bank sentral lainnya, termasuk the Fed, juga mulai memberikan sinyal potensi perubahan arah kebijakan menuju pelonggaran pada akhir tahun ini.

Dari perspektif pasar keuangan, siklus pemangkasan suku bunga ini diperkirakan akan menekan imbal hasil obligasi pemerintah, seiring meningkatnya ekspektasi pasar terhadap pelonggaran kebijakan lanjutan dalam waktu dekat. Kondisi inflasi yang terkendali dan stabilitas nilai tukar yang relatif terjaga juga mendukung arus masuk modal ke pasar obligasi domestik. Ini akan membantu meningkatkan likuiditas dan memperkuat kapasitas pembiayaan, baik bagi pemerintah maupun korporasi.

Secara keseluruhan, keputusan BI untuk kembali menurunkan suku bunga selama dua bulan berturut-turut mencerminkan komitmen kuat untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi global dan ketidakpastian pasar. Dengan dukungan kebijakan yang lebih longgar, Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk menghadapi tekanan eksternal dan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2025 dan seterusnya.