Dalam lima hari perdagangan terakhir, harga emas naik sekitar 2% dibandingkan minggu sebelumnya, mencapai rata-rata USD 2.904 per ons dari sebelumnya USD 2.849 per ons. Kenaikan ini terjadi seiring dengan turunnya Indeks DXY menjadi 107,6, yang mencerminkan pelemahan dolar AS sebesar 0,37%. Emas bahkan sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di USD 2.928 per ons, didorong oleh meningkatnya kepercayaan investor meskipun kondisi ekonomi masih penuh ketidakpastian.

Permintaan emas sebagai aset safe haven kembali meningkat setelah sebelumnya sempat melemah. Hal ini menunjukkan bahwa emas tetap menjadi pilihan utama sebagai lindung nilai terhadap inflasi yang tidak stabil. Kenaikan harga emas juga dipicu oleh data inflasi inti (core CPI) yang lebih tinggi dari perkiraan, yaitu naik 3,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa pasar masih khawatir terhadap kebijakan suku bunga The Fed. Selain itu, ketidakpastian mengenai potensi kenaikan suku bunga serta ancaman tarif dari AS semakin mendorong investor untuk membeli emas sebagai aset yang lebih aman di tengah kondisi pasar yang tidak menentu.

Melihat kondisi makroekonomi yang masih penuh ketidakpastian tetapi tetap memiliki prospek positif, ada peluang kenaikan harga emas hingga USD 2.800 per ons tahun ini, lebih tinggi dari posisi tahun berjalan yang saat ini berada di USD 2.763 per ons. Faktor utama yang mendukung proyeksi ini adalah meningkatnya pembelian emas oleh bank sentral di berbagai negara. Dari sisi saham, BRMS masih menjadi pilihan utama dengan target harga IDR 500 per saham, mengingat prospek keuangan yang solid serta potensi sumber daya yang belum sepenuhnya tergarap.

Disclaimer: Informasi dalam konten ini hanya dimaksudkan sebagai referensi dan bahan pertimbangan. Setiap investasi mengandung risiko. Segala keputusan investasi menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing investor.