Sektor perkebunan diproyeksikan mengalami pertumbuhan yang pesat pada tahun 2025, didukung oleh harga rata-rata CPO yang diperkirakan naik sekitar 7,2% menjadi MYR 4.500 per ton. Selain itu, produksi CPO secara keseluruhan juga diproyeksikan tumbuh sebesar 3,9%, terutama karena berakhirnya El Niño yang diperkirakan terjadi di Mei 2024. Kondisi ini memberikan prospek yang cerah untuk kinerja sektor secara keseluruhan.

Namun, keputusan WTO yang tetap memberlakukan pembatasan Uni Eropa terhadap penggunaan minyak sawit dalam bahan bakar berpotensi menekan sektor perkebunan. Hal ini berpotensi memperburuk penurunan ekspor CPO Indonesia ke negara-negara Uni Eropa seperti Belanda, Italia, dan Spanyol, yang telah mengalami penurunan signifikan hingga 58% dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan kelebihan pasokan di pasar.

Di sisi lain, ada peluang besar dari penerapan kebijakan B40 pada Januari 2025, yang mengharuskan campuran biodiesel dengan 40% CPO, serta B50 pada tahun 2026. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi domestik CPO, sehingga mendorong kenaikan harga CPO di masa depan. Peluang ini membuka ruang pertumbuhan yang signifikan bagi sektor ini di pasar domestik.

Namun, risiko juga tetap ada, terutama karena pencabutan moratorium lahan sawit yang dapat mendorong ekspansi area tanam oleh perusahaan. Hal ini mungkin menghasilkan volume produksi yang lebih tinggi, tetapi juga berpotensi meningkatkan biaya operasional seperti pembukaan lahan dan menekan margin keuntungan. Dengan tantangan dan peluang tersebut, pelaku industri perlu bijak menyusun strategi agar dapat memanfaatkan momentum pertumbuhan di tengah dinamika pasar.

Disclaimer: Informasi dalam konten ini hanya dimaksudkan sebagai referensi dan bahan pertimbangan. Setiap investasi mengandung risiko. Segala keputusan investasi menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing investor.