Dalam lima hari terakhir, harga rata-rata nikel turun menjadi sekitar 15.244 dolar AS per ton atau turun sekitar 3,1% dibandingkan minggu sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh penguatan nilai dolar AS dan pandangan ekonomi global yang kurang optimis dari Federal Reserve untuk tahun depan, yang lebih dominan dibandingkan dampak dari pengurangan tajam aktivitas tambang di Indonesia.

Di sisi lain, pada bulan Oktober, ekspor baja Indonesia turun menjadi sekitar 1.224 ton, atau berkurang sekitar 11,2% dibandingkan bulan sebelumnya dan 51,6% dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini mencerminkan lemahnya permintaan global dan kinerja yang kurang baik selama periode puncak September-Oktober. Penurunan terjadi di Italia 69,6%, India 21,8%, dan Taiwan 14,2% dibandingkan bulan sebelumnya, akibat tingginya persediaan dan ketidakpastian pasar global. Selain itu, ekspor sisa baja tahan karat juga turun sekitar 18,33% menjadi 4.100 ton, menunjukkan lemahnya permintaan menjelang akhir tahun.

Kami juga menurunkan proyeksi harga nikel untuk tahun 2024 menjadi sekitar 16.850 dolar AS per ton dari sebelumnya 16.900 dolar AS per ton, sementara untuk tahun 2025 kami memproyeksikan harga tetap di level 15.500 dolar AS per ton. Hal ini mencerminkan ketidakpastian ekonomi global serta dinamika pasokan dan permintaan yang fluktuatif. Namun, kami tetap merekomendasikan saham NCKL sebagai pilihan utama, didukung oleh potensi pertumbuhan laba dari ekspansi kapasitas dan biaya operasional yang rendah, dengan target harga sebesar Rp1.200 per lembar saham dan estimasi rasio harga terhadap laba sebesar 10,3 kali pada tahun 2025.

 

Disclaimer: Informasi dalam konten ini hanya dimaksudkan sebagai referensi dan bahan pertimbangan. Setiap investasi mengandung risiko. Segala keputusan investasi menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing investor.