Di tahun 2025, Indonesia diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil sekitar 5%, lebih baik dibandingkan sejumlah negara lain yang mungkin mengalami perlambatan. Di samping itu, kebijakan politik Prabowo yang mengedepankan koalisi dengan politik akan mendukung stabilitas politik, sehingga menarik lebih banyak investasi asing, khususnya dari negara-negara BRICS.

Namun, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi, seperti kebijakan pelonggaran moneter Amerika Serikat yang mungkin terus melemahkan nilai tukar rupiah. Hal ini dapat menyebabkan investor asing menarik dananya dari pasar obligasi dan saham Indonesia. Selain itu, perlambatan ekonomi Tiongkok berpotensi menurunkan harga komoditas, yang dapat berdampak pada pendapatan ekspor Indonesia dan memperburuk masalah defisit anggaran.

Di sisi lain, peluang bagi pasar saham Indonesia tetap terbuka lebar. Dengan penurunan indeks pasar saham sebesar 2,7% di tahun 2024 dan keluarnya dana asing sekitar Rp 29 triliun, valuasi saham-saham di Indonesia kini menjadi lebih murah dan menarik bagi investor. Harga saham yang lebih terjangkau ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi kinerja pasar yang lebih baik di tahun mendatang.

Namun, ancaman juga perlu diantisipasi, seperti kemungkinan depresiasi mata uang yuan Tiongkok untuk mendorong ekspor mereka yang dapat memberikan tekanan pada mata uang regional lainnya, termasuk rupiah. Jika itu terjadi, ada risiko besar investor akan menarik dananya dari pasar saham Indonesia, yang tentu akan memengaruhi performa pasar secara keseluruhan.