Mayoritas perusahaan yang berada dalam cakupan riset kami telah merilis laporan kinerja kuartal kedua tahun 2025 (2Q25), yang secara umum menunjukkan performa yang kurang memuaskan. Secara agregat, laba bersih inti tercatat turun -5,9% secara tahunan (YoY) dan -2,0% secara kuartalan (QoQ). Dari total 40 perusahaan yang telah melaporkan, hanya 45% yang sesuai ekspektasi, sementara 40% meleset dari perkiraan, dan 15% berhasil mencetak kinerja di atas harapan.

Namun demikian, di tengah hasil laporan keuangan yang cenderung lemah, pasar saham domestik justru menunjukkan performa impresif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan kenaikan sebesar +8,0% secara bulanan (MoM) pada Juli 2025, melampaui kinerja bursa global. Lonjakan ini didukung oleh penguatan saham-saham besar seperti BREN, BRPT, dan CDIA, meskipun terjadi arus keluar dana asing bersih (net foreign outflow) sebesar Rp7,1 triliun.

Perbaikan sentimen global turut memberikan angin segar bagi pasar, seiring meredanya ketegangan dagang Amerika Serikat pasca tercapainya kesepakatan tarif. Di sisi lain, sentimen domestik tetap dibayangi oleh lemahnya konsumsi rumah tangga dan musim laporan keuangan yang mengecewakan. Merespons kondisi ini, Bank Indonesia mengambil langkah pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan serta mengurangi penerbitan SRBI. Kebijakan ini mendorong penurunan suku bunga IndoNIA dan menambah likuiditas di pasar keuangan.

Fenomena menarik juga terjadi pada sisi partisipasi investor. Tercatat lonjakan signifikan dalam aktivitas investor ritel, sementara kepemilikan investor institusi justru mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya dinamika pasar yang semakin kompleks dan terpolarisasi. Di pasar obligasi, arus dana masuk kembali menguat seiring penurunan imbal hasil dan kebijakan dovish dari Bank Indonesia.

Menyikapi laporan keuangan kuartal kedua yang di bawah ekspektasi, kami merevisi turun proyeksi pertumbuhan laba per saham (EPS) IHSG untuk tahun 2025 menjadi 0,5% dari sebelumnya 1,6%. Meski demikian, kami tetap mempertahankan target fundamental IHSG di level 7.400, yang mencerminkan valuasi price-to-earnings (P/E) FY25F sebesar 13,0x masih di bawah rata-rata regional yang berada di level 14,3x.

Sebagai alternatif, kami juga menyusun target berbasis likuiditas di level 8.120. Target ini mempertimbangkan momentum kuat dari pergerakan saham-saham berkapitalisasi besar seperti DSSA, TPIA, DCII, BRPT, CDIA, PANI, PTRO, BREN, AMMN, dan BYAN, yang secara keseluruhan memiliki P/E rata-rata mencapai 296x.

Ke depan, kami memperkirakan pergerakan IHSG akan didorong oleh rotasi sektor ke saham-saham tertinggal (laggard stocks), dengan asumsi kontribusi sebesar 157 poin berasal dari saham-saham unggulan berbasis fundamental dalam cakupan kami, ditambah 720 poin dari saham-saham yang terdorong oleh likuiditas pasar.

Dengan berbagai dinamika tersebut, kami menilai bahwa strategi investasi ke depan perlu menyeimbangkan pendekatan fundamental dengan sensitivitas terhadap arus likuiditas dan pergerakan saham-saham besar, guna menangkap peluang optimal di tengah ketidakpastian pasar.

Full Report
Link