Dalam lima hari terakhir, rata-rata harga batu bara turun menjadi sekitar 139 dolar AS per ton, atau turun sekitar 2,2% dibandingkan minggu sebelumnya. Penurunan ini terjadi akibat pergerakan pasar gas alam dan cuaca yang lebih hangat di Eropa. Hal ini membuat pelaku pasar cenderung mengurangi transaksi batu bara dalam bentuk kontrak derivatif. Data terakhir menunjukkan volume transaksi kontrak derivatif batu bara turun menjadi sekitar 26 juta ton, atau turun sekitar 27% dibandingkan bulan lalu dan 24% dibandingkan tahun sebelumnya.

Selain itu, kenaikan tarif angkut kereta api Rusia sebesar 13,8% yang akan berlaku mulai 1 Desember 2024 diperkirakan akan menekan keuntungan eksportir batu bara termal karena biaya logistik yang lebih tinggi. Kenaikan ini juga bisa memperburuk permintaan batu bara di Eropa, mengingat publik mungkin akan beralih ke gas alam yang lebih murah, dengan harga saat ini berada di kisaran 2,2 dolar AS per mmbtu, atau turun hampir 30% sepanjang tahun ini.

Melihat ketidakpastian ekonomi global dan meningkatnya dorongan untuk menggunakan energi terbarukan, kami tetap mempertahankan proyeksi harga batu bara pada 136 dolar AS per ton hingga akhir tahun 2024. Dalam kondisi ini, saham Adaro Energy (ADRO) menjadi pilihan utama kami dengan target harga di Rp4.200 per saham dan rasio harga terhadap laba (P/E) sekitar 5,7 kali. Adaro dipilih karena langkah strategis perusahaan dalam memisahkan unit bisnisnya sesuai rencana serta potensi dividen yang menarik bagi investor.

 

Disclaimer: Informasi dalam konten ini hanya dimaksudkan sebagai referensi dan bahan pertimbangan. Setiap investasi mengandung risiko. Segala keputusan investasi menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing investor.