Selama lima hari perdagangan terakhir, harga batu bara rata-rata stabil di sekitar USD 116,2 per ton, dengan titik tertinggi mingguan di USD 118,8 per ton pada 3 Februari. Kenaikan ini didorong oleh kebijakan China yang memberlakukan tarif impor 15% untuk batu bara dari AS, mulai berlaku pada 10 Februari 2025. Kebijakan ini merupakan respons terhadap tarif AS atas barang-barang China, yang memicu kekhawatiran akan gangguan pasokan global dan sempat mendongkrak harga batu bara.

Namun, ke depan, harga batu bara bisa saja tertekan karena Indonesia berencana menaikkan target produksi batu bara tahun 2025 menjadi 735 juta ton, sementara ekspor batu bara Australia pada Desember meningkat menjadi 7,7 juta ton, naik 15,4% dibanding bulan sebelumnya. Selain itu, produksi batu bara China diperkirakan tumbuh 1,5% dibanding tahun lalu menjadi 4,82 miliar ton, sementara ekspor Mongolia ke China meningkat dari 70 juta ton di 2023 menjadi 83 juta ton, yang berpotensi memicu kekhawatiran akan kelebihan pasokan di pasar global.

Melihat kondisi pasar yang beragam ini, kami merevisi turun proyeksi harga batu bara untuk tahun 2025 dari USD 120 per ton menjadi USD 115 per ton (rata-rata tahun ini USD 118,2 per ton). Sementara itu, ADRO tetap menjadi pilihan utama kami dengan target harga Rp3.400 per lembar saham (12,8x rasio P/E untuk tahun 2025), didukung oleh ekspansi ke energi hijau serta kontribusi pendapatan dari ADMR dan SIS.

Disclaimer: Informasi dalam konten ini hanya dimaksudkan sebagai referensi dan bahan pertimbangan. Setiap investasi mengandung risiko. Segala keputusan investasi menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing investor.