Highlights

• Volatilitas Pasar dan Respons Kebijakan: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 6% di tengah meningkatnya kecemasan investor, yang mendorong intervensi darurat, termasuk pembelian obligasi senilai IDR 70.74 triliun oleh Bank Indonesia dan pelonggaran aturan terkait buyback saham. Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuannya di 5.75% untuk menstabilkan rupiah, sementara Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga federal di 4.25%–4.50%, yang menambah tekanan pengetatan moneter global.

 

• ⁠Memburuknya Pasar Tenaga Kerja dan Melambatnya Konsumsi: Lebih dari 60,000 PHK telah terjadi sejak awal tahun 2025, dan diproyeksikan masih akan bertambah ke 280,000 hingga akhir tahun, yang berdampak pada kepercayaan konsumen dan belanja Idulfitri, yang diperkirakan akan turun sebesar 12.3%. Pemerintah mengalokasikan IDR 20 triliun untuk mendukung sektor padat karya dan mempertahankan asuransi kesehatan bagi pekerja yang diberhentikan.

 

• ⁠Surplus Perdagangan Kuat tetapi Tekanan Fiskal Semakin Dalam: Indonesia membukukan surplus perdagangan yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Februari (USD 3.12 miliar), didorong oleh ekspor minyak sawit. Namun, penerimaan pajak turun 30% YoY pada bulan Februari, dan utang luar negeri naik menjadi USD 427.5 miliar, memicu kekhawatiran atas keberlanjutan anggaran dan spekulasi seputar posisi Menteri Keuangan Sri Mulyani.

 

• ⁠Ketegangan Politik dan Revisi Undang-Undang Militer: Amandemen kontroversial terhadap Undang-Undang TNI—yang memperkuat peran militer dalam kehidupan sipil—telah disahkan, memicu protes di berbagai daerah dan meningkatkan kekhawatiran tentang kemunduran demokrasi.

 

• Upaya Ekspansi Digital dan Ekonomi Hijau Terus Berlanjut: Meskipun ada sejumlah hambatan, investasi digital Indonesia terus berkembang, dengan Amazon Kuiper dan Digital Realty yang terus memperkuat operasi. Terkait dana kelolaan, Danantara berada di peringkat ke-6 secara global. Di bidang lingkungan, Indonesia sedang mempersiapkan strategi pengembangan hidrogen dan memperkuat perdagangan karbon, meskipun kerusakan lingkungan terkait pertambangan dan masalah tata kelola masih membayangi.