Ikhtisar

Dunia ekonomi Indonesia dikejutkan pada 18 Maret 2025, akibat anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) akibat penurunan indeks hingga 5%. Merosotnya pasar dipicu oleh menurunnya kepercayaan konsumen, lemahnya daya beli, PHK besar-besaran, serta tertekannya sektor manufaktur, termasuk tutupnya raksasa tekstil Sritex yang memperburuk kekhawatiran. Spekulasi mengenai pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani, ditambah dengan tekanan fiskal dan defisit anggaran yang melebar, semakin membuat investor gelisah. Sementara itu, utang luar negeri melonjak menjadi USD 427.5 miliar, dan pendapatan pajak turun 30% pada Februari, menandakan adanya perlambatan ekonomi. Terlepas dari kekhawatiran tersebut, Indonesia berhasil mempertahankan surplus perdagangan untuk bulan ke-58 berturut-turut, didorong oleh ekspor minyak sawit yang kuat. Menanggapi ketidakpastian ekonomi, pemerintah mendorong rencana investasi senilai USD 30 miliar untuk menciptakan 8 juta pekerjaan, meskipun risiko dalam pelaksanaannya tetap tinggi. Sektor-sektor utama, termasuk energi dan komoditas, masih menghadapi ketidakpastian; dunia usaha pertambangan menentang rencana kenaikan royalti dan Freeport Indonesia menerima izin ekspor tembaga untuk enam bulan di tengah perbaikan smelter. Ekonomi digital masih menjadi titik terang; Danantara menduduki peringkat ke-6 di antara dana kekayaan negara global dan TikTok Shop by Tokopedia mencatatkan pertumbuhan 40% menjelang Ramadan. Namun, ketidakpastian politik, revisi kontroversial terhadap UU TNI, dan masalah lingkungan, termasuk ancaman penambangan nikel di Raja Ampat, terus membebani sentimen pasar. Ke depan, kebijakan fiskal, stabilitas perdagangan, dan kredibilitas pemerintah akan menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan investor dan ketahanan ekonomi.