Pada September 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar USD 3,3 miliar, sesuai dengan batas atas estimasi kami dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar yang sebesar USD 2,8 miliar. Angka ini menunjukkan kekuatan dan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah tantangan global. Surplus ini juga menjadi surplus ke-53 berturut-turut sejak Mei 2020. Meskipun surplus ini sedikit lebih kecil dibandingkan surplus di September 2023 yang sebesar USD 3,4 miliar, baik ekspor maupun impor masih menunjukkan pertumbuhan.

Dari sisi ekspor, terjadi kenaikan sebesar 6,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini menandai kenaikan ekspor selama enam bulan berturut-turut, meskipun pertumbuhan kali ini adalah yang paling lambat dalam tiga bulan terakhir, serta lebih rendah dari perkiraan pasar yang memprediksi kenaikan sebesar 8%. Ekspor Indonesia terutama ditujukan ke negara-negara seperti Amerika Serikat 20,5%, Jepang 14,8%, Uni Eropa 17%, ASEAN 12,2%, dan ke China 3,5%. Namun, perlambatan ekspor ke China menunjukkan adanya penurunan permintaan terhadap komoditas utama Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit, seiring dengan perlambatan ekonomi di China.

Walaupun ekspor Indonesia masih tumbuh, perlambatan ini mengindikasikan adanya tantangan yang lebih luas di pasar global, seperti penurunan harga komoditas dan ketidakpastian dalam ekonomi energi. Namun, meningkatnya hubungan perdagangan dengan negara-negara ASEAN dan Uni Eropa memberikan sinyal positif, karena hal ini dapat membantu Indonesia untuk tidak terlalu bergantung pada permintaan komoditas dari China.

Di sisi impor, tercatat pertumbuhan sebesar 8,6%, meskipun lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar yang sebesar 11,8% dan sedikit melambat dari pertumbuhan impor pada Agustus yang mencapai 9,5%. Kebijakan pemerintah yang baru-baru ini menerapkan bea masuk pada sejumlah komoditas tampaknya mulai memengaruhi permintaan domestik, karena para pelaku bisnis dan konsumen sedang beradaptasi dengan perubahan kebijakan tersebut.

Secara keseluruhan, sektor perdagangan Indonesia masih cukup kuat. Dalam sembilan bulan pertama tahun 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan kumulatif sebesar USD 27,7 miliar, dengan ekspor yang hanya tumbuh sebesar 0,3%, sementara impor naik 3,9%. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan impor lebih cepat daripada ekspor, didorong oleh konsumsi domestik yang lebih tinggi serta kebutuhan bahan baku impor untuk proyek infrastruktur.

Ke depan, kinerja perdagangan Indonesia akan sangat bergantung pada kondisi global, harga komoditas, serta kebijakan dalam negeri. Menyeimbangkan antara pengembangan industri lokal dan menjaga hubungan perdagangan yang kuat dengan mitra dagang utama akan menjadi kunci. Di tengah ketidakpastian global, kemampuan Indonesia untuk mendiversifikasi ekspor dan mengelola impor dengan efisien sangat penting untuk mempertahankan momentum perdagangan yang positif di masa mendatang.