Bagaimana jika pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat di 2Q22?
Pasar Global
Di pasar Amerika Serikat, investor menunggu rilis data pasar tenaga kerja AS malam ini, yang meliputi non-farm payrolls, tingkat pengangguran dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Investor di AS memperkirakan non-farm payrolls akan turun menjadi 250,000 di bulan Juli, dari 372,000 di bulan sebelumnya. Sementara itu, tingkat pengangguran dan tingkat partisipasi angkatan kerja diperkirakan tidak berubah. Kesempatan ini dimanfaatkan investor untuk melakukan aksi jual taktis dolar AS tadi malam (4 Agustus). Euro, Yen Jepang, dan Franc Swiss terapresiasi rata-rata +0.7%. Jika pasar tenaga kerja AS tetap kuat, kemungkinan ‘Fed dovish pivot’ mungkin sedikit melemah; dan, investor mungkin lebih berhati-hati sembari menunggu rilis data inflasi Juli minggu depan (10 Agustus).
Bank of England menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps menjadi 1.75% kemarin, sejalan dengan konsensus pasar. Namun demikian, BOE juga mengumumkan bahwa mereka memprediksi ekonomi Inggris akan jatuh ke dalam resesi selama lima kuartal, mulai 4Q22 hingga awal 2024. Resesi tersebut diproyeksikan akan menurunkan ekonomi Inggris sebesar -2%. Prediksi resesi BOE memperkuat tekanan jual di sektor energi; minyak mentah WTI turun ke bawah USD 90 per barel, dan harga minyak mentah Brent juga turun -2.7% menjadi USD 94.1 per barel. Harga batubara Newcastle turun -3.6% menjadi USD 365 per metrik ton. Kami mengulangi rekomendasi kami untuk mengurangi posisi di sektor komoditas, terutama energi.
Pasar Indonesia
Pasar saham dan obligasi Indonesia sedikit menguat kemarin; para investor menanti rilis data PDB dan cadangan devisa hari ini. Pasar dan SSI memperkirakan PDB akan tumbuh sebesar 5.17% yoy atau 3.47% qoq di 2Q22. Pertumbuhan PDB di 2Q22 kemungkinan didorong oleh ekspor komoditas dan belanja pemerintah. Namun, kami khawatir pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan melemah di 2Q22 seperti yang ditunjukkan oleh indikator konsumsi kami. Penyebab yang paling mungkin adalah inflasi yang semakin kuat, khususnya inflasi harga bahan pangan. Jika ini benar, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2H22 akan menjadi lebih sulit, seiring dengan melemahnya harga komoditas serta berlanjutnya pengetatan moneter di pasar negara maju.